MENENTUKAN POPULASI DAN SAMPLE
Nurminingsih, S.Sos, M.Si
A.
Definisi
Populasi
adalah wilayah generalisasi berupa subjek atau objek yang diteliti untuk
dipelajari dan diambil kesimpulan. Sedangkan sampel adalah sebagian dari
populasi yang diteliti.
Dengan
kata lain, sampel merupakan sebagian atau bertindak sebagai perwakilan dari
populasi sehingga hasil penelitian yang berhasil diperoleh dari sampel dapat
digeneralisasikan pada populasi.
Penarikan
sampel diperlukan jika populasi yang diambil sangat besar, dan peneliti
memiliki keterbatasan untuk menjangkau seluruh populasi maka peneliti perlu
mendefinisikan populasi target dan populasi terjangkau baru kemudian menentukan
jumlah sampel dan teknik sampling yang digunakan.
B.
Ukuran Sampel
Untuk
menentukan sampel dari populasi digunakan perhitungan maupun acuan tabel yang
dikembangkan para ahli. Secara umum, untuk penelitian korelasional jumlah
sampel minimal untuk memperoleh hasil yang baik adalah 30, sedangkan dalam
penelitian eksperimen jumlah sampel minimum 15 dari masing-masing kelompok dan
untuk penelitian survey jumlah sampel minimum adalah 100.
Roscoe
(1975) yang dikutip Uma Sekaran (2006) memberikan acuan umum untuk menentukan
ukuran sampel :
- Ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untuk kebanyakan penelitian
- Jika sampel dipecah ke dalam subsampel (pria/wanita, junior/senior, dan sebagainya), ukuran sampel minimum 30 untuk tiap kategori adalah tepat
- Dalam penelitian mutivariate (termasuk analisis regresi berganda), ukuran sampel sebaiknya 10x lebih besar dari jumlah variabel dalam penelitian
- Untuk penelitian eksperimental sederhana dengan kontrol eskperimen yang ketat, penelitian yang sukses adalah mungkin dengan ukuran sampel kecil antara 10 sampai dengan 20
Besaran
atau ukuran sampel ini sampel sangat tergantung dari besaran tingkat ketelitian
atau kesalahan yang diinginkan peneliti. Namun, dalam hal tingkat kesalahan,
pada penelitian sosial maksimal tingkat kesalahannya adalah 5% (0,05). Makin
besar tingkat kesalahan maka makin kecil jumlah sampel. Namun yang perlu
diperhatikan adalah semakin besar jumlah sampel (semakin mendekati populasi)
maka semakin kecil peluang kesalahan generalisasi dan sebaliknya, semakin kecil
jumlah sampel (menjauhi jumlah populasi) maka semakin besar peluang kesalahan
generalisasi.
Beberapa
rumus untuk menentukan jumlah sampel antara lain :
1. Rumus Slovin (dalam Riduwan, 2005:65)
n = N/N(d)2 + 1
n = sampel; N = populasi; d = nilai
presisi 95% atau sig. = 0,05.
Misalnya, jumlah populasi adalah
125, dan tingkat kesalahan yang dikehendaki adalah 5%, maka jumlah sampel yang
digunakan adalah :
N = 125 / 125 (0,05)2 + 1
= 95,23, dibulatkan 95
2. Formula Jacob Cohen (dalam Suharsimi Arikunto, 2010:179)
N = L / F^2 + u + 1
Keterangan :
N = Ukuran sampel
F^2 = Effect Size
u = Banyaknya ubahan yang terkait dalam penelitian
L = Fungsi Power dari u, diperoleh dari tabel
Keterangan :
N = Ukuran sampel
F^2 = Effect Size
u = Banyaknya ubahan yang terkait dalam penelitian
L = Fungsi Power dari u, diperoleh dari tabel
Power (p) = 0.95 dan Effect size
(f^2) = 0.1
Harga L tabel dengan t.s 1% power 0.95 dan u = 5 adalah 19.76
maka dengan formula tsb diperoleh ukuran sampel
N = 19.76 / 0.1 + 5 + 1 = 203,6, dibulatkan 203
Harga L tabel dengan t.s 1% power 0.95 dan u = 5 adalah 19.76
maka dengan formula tsb diperoleh ukuran sampel
N = 19.76 / 0.1 + 5 + 1 = 203,6, dibulatkan 203
3. Rumus berdasarkan Proporsi atau
Tabel Isaac dan Michael
Tabel
penentuan jumlah sampel dari Isaac dan Michael memberikan kemudahan penentuan
jumlah sampel berdasarkan tingkat kesalahan 1%, 5% dan 10%. Dengan tabel ini,
peneliti dapat secara langsung menentukan besaran sampel berdasarkan jumlah
populasi dan tingkat kesalahan yang dikehendaki.
C.
Teknik Sampling
Teknik
sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang secara umum terbagi dua yaitu
probability sampling dan non probability sampling.
Dalam
pengambilan sampel cara probabilitas besarnya peluang atau probabilitas elemen
populasi untuk terpilih sebagai subjek diketahui. Sedangkan dalam pengambilan
sampel dengan cara nonprobability besarnya peluang elemen untuk ditentukan
sebagai sampel tidak diketahui. Menurut Sekaran (2006), desain pengambilan
sampel dengan cara probabilitas jika representasi sampel adalah penting dalam
rangka generalisasi lebih luas. Bila waktu atau faktor lainnya, dan masalah
generalisasi tidak diperlukan, maka cara nonprobability biasanya yang
digunakan.
1.
Probability Sampling
Probability
sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama
kepada setiap anggota populasi untuk menjadi sampel. Teknik ini meliputi simpel
random sampling, sistematis sampling, proportioate stratified random sampling,
disproportionate stratified random sampling, dan cluster sampling
Simple
random sampling
Teknik
adalah teknik yang paling sederhana (simple). Sampel diambil secara acak, tanpa
memperhatikan tingkatan yang ada dalam populasi.
Misalnya
:
Populasi
adalah siswa SD Negeri XX Jakarta yang berjumlah 500 orang. Jumlah sampel
ditentukan dengan Tabel Isaac dan Michael dengan tingkat kesalahan adalah
sebesar 5% sehingga jumlah sampel ditentukan sebesar 205.
Jumlah
sampel 205 ini selanjutnya diambil secara acak tanpa memperhatikan kelas, usia
dan jenis kelamin.
Sampling
Sistematis
Adalah
teknik sampling yang menggunakan nomor urut dari populasi baik yang berdasarkan
nomor yang ditetapkan sendiri oleh peneliti maupun nomor identitas tertentu,
ruang dengan urutan yang seragam atau pertimbangan sistematis lainnya.
Contohnya
:
Akan
diambil sampel dari populasi karyawan yang berjumlah 125. Karyawan ini
diurutkan dari 1 – 125 berdasarkan absensi. Peneliti bisa menentukan sampel
yang diambil berdasarkan nomor genap (2, 4, 6, dst) atau nomor ganjil (1, 2, 3,
dst), atau bisa juga mengambil nomor kelipatan (2, 4, 8, 16, dst)
Proportionate
Stratified Random Sampling
Teknik
ini hampir sama dengan simple random sampling namun penentuan sampelnya
memperhatikan strata (tingkatan) yang ada dalam populasi.
Misalnya,
populasi adalah karyawan PT. XYZ berjumlah 125. Dengan rumus Slovin (lihat
contoh di atas) dan tingkat kesalahan 5% diperoleh besar sampel adalah 95.
Populasi sendiri terbagi ke dalam tiga bagian (marketing,
produksi dan penjualan) yang masing-masing berjumlah :
Marketing
: 15
Produksi
: 75
Penjualan
: 35
Maka
jumlah sample yang diambil berdasarkan masing-masinng bagian tersebut
ditentukan kembali dengan rumus n = (populasi kelas / jml populasi keseluruhan)
x jumlah sampel yang ditentukan
Marketing
: 15 / 125 x
95 = 11,4
dibulatkan 11
Produksi
: 75 / 125 x
95 = 57
Penjualan
: 35 / 125 x
95 = 26.6
dibulatkan 27
Sehingga
dari keseluruhan sample kelas tersebut adalah 11 + 57 + 27 = 95 sampel.
Teknik
ini umumnya digunakan pada populasi yang diteliti adalah keterogen (tidak
sejenis) yang dalam hal ini berbeda dalam hal bidangkerja sehingga besaran
sampel pada masing-masing strata atau kelompok diambil secara proporsional
untuk memperoleh
Disproportionate
Stratified Random Sampling
Disproporsional
stratified random sampling adalah teknik yang hampir mirip dengan proportionate
stratified random sampling dalam hal heterogenitas populasi. Namun,
ketidakproporsionalan penentuan sample didasarkan pada pertimbangan jika
anggota populasi berstrata namun kurang proporsional pembagiannya.
Misalnya,
populasi karyawan PT. XYZ berjumlah 1000 orang yang berstrata berdasarkan
tingkat pendidikan SMP, SMA, DIII, S1 dan S2. Namun jumlahnya sangat tidak
seimbang yaitu :
SMP : 100 orang
SMA : 700 orang
DIII : 180
orang
S1
: 10 orang
S2
: 10 orang
Jumlah
karyawan yang berpendidikan S1 dan S2 ini sangat tidak seimbang (terlalu kecil
dibandingkan dengan strata yang lain) sehingga dua kelompok ini seluruhnya
ditetapkan sebagai sampel
Cluster
Sampling
Cluster
sampling atau sampling area digunakan jika sumber data atau populasi sangat
luas misalnya penduduk suatu propinsi, kabupaten, atau karyawan perusahaan yang
tersebar di seluruh provinsi. Untuk menentukan mana yang dijadikan sampelnya,
maka wilayah populasi terlebih dahulu ditetapkan secara random, dan menentukan
jumlah sample yang digunakan pada masing-masing daerah tersebut dengan
menggunakan teknik proporsional stratified random sampling mengingat jumlahnya
yang bisa saja berbeda.
Contoh
:
Peneliti
ingin mengetahui tingkat efektivitas proses belajar mengajar di tingkat SMU.
Populasi penelitian adalah siswa SMA seluruh Indonesia. Karena jumlahnya sangat
banyak dan terbagi dalam berbagai provinsi, maka penentuan sampelnya dilakukan
dalam tahapan sebagai berikut :
Tahap
Pertama adalah menentukan sample daerah. Misalnya ditentukan secara acak 10
Provinsi yang akan dijadikan daerah sampel.
Tahap
kedua. Mengambil sampel SMU di tingkat Provinsi secara acak yang selanjutnya
disebut sampel provinsi. Karena provinsi terdiri dari Kabupaten/Kota, maka
diambil secara acak SMU tingkat Kabupaten yang akan ditetapkan sebagai sampel
(disebut Kabupaten Sampel), dan seterusnya, sampai tingkat kelurahan/Desa
yang akan dijadikan sampel. Setelah digabungkan, maka keseluruhan SMU yang
dijadikan sampel ini diharapkan akan menggambarkan keseluruhan populasi secara
keseluruhan
.
2.
Non Probabilty Sampel
Non
Probability artinya setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan atau
peluang yang sama sebagai sampel. Teknik-teknik yang termasuk ke dalam Non
Probability ini antara lain : Sampling Sistematis, Sampling Kuota, Sampling
Insidential, Sampling Purposive, Sampling Jenuh, dan Snowball Sampling.
Sampling
Kuota, Adalah
teknik sampling yang menentukan jumlah sampel dari populasi yang memiliki ciri
tertentu sampai jumlah kuota (jatah) yang diinginkan.
Misalnya
akan dilakukan penelitian tentang persepsi siswa terhadap kemampuan mengajar
guru. Jumlah Sekolah adalah 10, maka sampel kuota dapat ditetapkan
masing-masing 10 siswa per sekolah.
Sampling
Insidential,
Insidential
merupakan teknik penentuan sampel secara kebetulan, atau siapa saja yang
kebetulan (insidential) bertemu dengan peneliti yang dianggap cocok dengan
karakteristik sampel yang ditentukan akan dijadikan sampel.
Misalnya
penelitian tentang kepuasan pelanggan pada pelayanan Mall A. Sampel ditentukan
berdasarkan ciri-ciri usia di atas 15 tahun dan baru pernah ke Mall A tersebut,
maka siapa saja yang kebetulan bertemu di depan Mall A dengan peneliti (yang
berusia di atas 15 tahun) akan dijadikan sampel.
Sampling
Purposive,
Purposive
sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan khusus sehingga
layak dijadikan sampel. Misalnya, peneliti ingin meneliti permasalahan seputar
daya tahan mesin tertentu. Maka sampel ditentukan adalah para teknisi atau ahli
mesin yang mengetahui dengan jelas permasalahan ini. Atau penelitian tentang
pola pembinaan olahraga renang. Maka sampel yang diambil adalah pelatih-pelatih
renang yang dianggap memiliki kompetensi di bidang ini. Teknik ini biasanya
dilakukan pada penelitian kualitatif.
Sampling
Jenuh,
Sampling
jenuh adalah sampel yang mewakili jumlah populasi. Biasanya dilakukan jika
populasi dianggap kecil atau kurang dari 100. Saya sendiri lebih senang
menyebutnya total sampling.
Misalnya
akan dilakukan penelitian tentang kinerja guru di SMA XXX Jakarta. Karena
jumlah guru hanya 35, maka seluruh guru dijadikan sampel penelitian.
Snowball
Sampling
Snowball
sampling adalah teknik penentuan jumlah sampel yang semula kecil kemudian terus
membesar ibarat bola salju (seperti Multi Level Marketing….). Misalnya akan
dilakukan penelitian tentang pola peredaran narkoba di wilayah A. Sampel
mula-mula adalah 5 orang Napi, kemudian terus berkembang pada pihak-pihak lain
sehingga sampel atau responden teruuus berkembang sampai ditemukannya informasi
yang menyeluruh atas permasalahan yang diteliti.
Teknik
ini juga lebih cocok untuk penelitian kualitatif.
C.
Yang perlu diperhatikan dalam Penentuan Ukuran Sampel
Ada
dua hal yang menjadi pertimbannga dalam menentukan ukuran sample. Pertama
ketelitian (presisi) dan kedua adalah keyakinan (confidence).
Ketelitian
mengacu pada seberapa dekat taksiran sampel dengan karakteristik populasi.
Keyakinan adaah fungsi dari kisaran variabilitas dalam distribusi pengambilan
sampel dari rata-rata sampel. Variabilitas ini disebut dengan standar error,
disimbolkan dengan S-x
Semakin
dekat kita menginginkan hasil sampel yang dapat mewakili karakteristik
populasi, maka semakin tinggi ketelitian yang kita perlukan. Semakin tinggi
ketelitian, maka semakin besar ukuran sampel yang diperlukan, terutama jika
variabilitas dalam populasi tersebut besar.
Sedangkan
keyakinan menunjukkan seberapa yakin bahwa taksiran kita benar-benar berlaku
bagi populasi. Tingkat keyakinan dapat membentang dari 0 – 100%. Keyakinan 95%
adalah tingkat lazim yang digunakan pada penelitian sosial / bisnis. Makna dari
keyakinan 95% (alpha 0.05) ini adalah “setidaknya ada 95 dari 100, taksiran
sampel akan mencerminkan populasi yang sebenarnya”.
D.
KESIMPULAN :
Dari
berbagai penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa teknik penentuan jumlah
sampel maupun penentuan sampel sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan
dari penelitian. Dengan kata lain, sampel yang diambil secara sembarangan tanpa
memperhatikan aturan-aturan dan tujuan dari penelitian itu sendiri tidak akan
berhasil memberikan gambaran menyeluruh dari populasi.
E. DAFTAR
BACAAN
Arikunto
Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
Arikunto
Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktis, edisi revisi
2010. Jakarta : Rineka Cipta
Riduwan.
2005. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula,
Bandung : Alfabeta.
Uma
Sekaran. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta : Salemba Empat.
Sugiyono.
2007. Metode Penelitian Administasi. Bandung : Alvabeta.
0 komentar:
Posting Komentar