TEORI PERAGENAN ATAU AGENCY THEORY
Teori
peragenan atau
agency theory
mengarahkan dirinya pada analisis pengendalian manajemen terhadap berbagai
bentuk hubungan kontraktual antara pemilik (principals)
dengan perwakilan (agents)
yang ditunjuk oleh principals
untuk mewakilinya pada transaksi. Jensen
dan Meckling (1976) melihat hal ini berkenaan dengan
penyalahgunaan kebijakan yang sudah didelegasikan principals kepada agents, tetapi agents dengan
kecurangan yang diperbuatnya merusak kepentingan principals.
Pada
Agency Theory,
kerugian yang dialami oleh principals
dapat dicegah lewat pengendalian secara ketat terhadap agents, monitoring
dan sanksi, atau lewat perikatan (bonding).
Agency
Theory
berkembang menjadi isu manajerial setelah adanya penyertaan isu tentang
pengendalian hasil atau bentuk perilaku (behavioural
terms). Manajer dipahami sebagai agen yang mengejar kepentingan
pribadi terhadap kepentingan investasi pemilik atau pemegang saham perusahaan
yang kemudian menciptakan sisa kerugian residual (residual-loss), dikarenakan
kepentingan pribadi manajer (Jensen and Meckling, 1976).
Para
pelaku usaha akan berupaya mengekang biaya yang tidak perlu (residual-loss)
dengan mengawasi dan memberi sanksi terhadap para manajer melalui pemasangan
sistem kontrol dan insentif. Hal yang terpenting dari sistem kontrol adalah
kekuatan penuh dewan direktur yang terbentuk secara mandiri, terbentuk dari
pihak-pihak luar yang mengawasi para eksekutif atas nama pemegang saham (Fama
dan Jensen, 1983, dalam Donaldson, 1995). Sementara insentif atau dorongan yang
dimaksud adalah rapat pimpinan pemegang saham yang berusaha meluruskan
kepentingan pemilik terhadap manajer, dengan cara mengobligasikan atau membuat
perikatan dalam menciptakan hubungan yang simetris. Ketika rencana-rencana
efektif pengawasan dan pemberian sanksi atau juga pengobligasian tidak terjadi,
manajer akan mencurangi para pemilik melalui gaji yang terlalu tinggi,
keuntungan-keuntungan, penghasilan tambahan, dan waktu senggang pada jam kerja
serta dengan cara yang paling licik adalah difersivikasi badan hukum atau
menghindari resiko (Donaldson, 1995).
Merunut
sedikit kepada latar belakang pengembangan teori ini, ia dikembangkan sesuai
kebutuhan perusahaan modern. Adolf Berle dan Gardiner C. Means pada tahun 1932,
mempublikasikan buku mereka dengan judul The
Modern Corporation and Privarte Property. Dalam buku ini Berle dan
Means memberi gambaran pemisahan dari pemilik dan pengendali sebagai tipikal
perusahaan abad ke-20. Pada perusahaan besar menurut mereka dimiliki oleh
banyak pemegang saham, jadi dengan demikian tidak seorang pemilikpun yang
memiliki kekuatan untuk mengontrol tindakan para pegawai pada perusahaan.
Pegawai
perusahaan pada umumnya memiliki saham pada perusahaan tetapi dalam jumlah yang
kecil. Situasi ini menurut Berle dan Means akan memunculkan masalah sebagai
berikut:
1.
Sebagian besar keuntungan keluar dari para pemegang saham.
2.
Semua keputusan penting diambil oleh pegawai perusahaan.
3.
Pemilik saham di luar perusahaan tidak dapat mengontrol pegawai perusahaan.
Dalam
situasi seperti ini Berle dan Means menyatakan bahwa kepentingan pegawai
perusahaan dan pemegang saham akan berbeda secara luas. Pegawai perusahaan dan
pemegang saham akan berbeda secara luas. Pegawai perusahaan mencari kekuasaan,
prestise dan uang untuk diri mereka, sementara pemegang saham memiliki
kepentingan hanya pada keuntungan. Para senior manajer dalam pandangan Berle
dan Means, berada pada posisi memperkaya diri sendiri dan merupakan biaya bagi
pemegang saham.
Kurva di atas menggambarkan tingkat
optimal dari usaha agen dalam pandangan para prinsipal. Para prinsipal dapat
mengamati perilaku para agen dengan informasi yang simetris karena konpensasi
yang diberikan berbasis pada tingkat usaha para agen:
- Kurva l menunjukkan indiferensi dari
agen.
- Garis horisontal menunjukkan usaha
agen.
- Garis vertikal menunjukkan pendapatan
agen.
- Garis m menunjukkan usaha tertinggi
agen dengan harapan (ekspektasi) tertingginya.
- Garis n merupakan batas minimal usaha
agen. Apabila usaha agen berada di bawah garis n maka agen akan membayar denda
sebesar A, yang telah disepakati pada kontrak. Prinsipal dapat memilih struktur
imbalan bagi agen berdasarkan usaha agen. Imbalan yang optimal adalah Ey0 – W0
= R0. Apabila agen berusaha berusaha atau bekerja dibawah garis n pada level C0
maka ia akan dikenai denda sebesar W0, sesuai kontrak yang telah disepakati.
Kritik Terhadap Teori
Agency
Kritik terhadap teori peragenan
dilakukan oleh Blau (1970, 1972), Stigler dan Friedland (1983), Robbins (1987),
Perrow (1986), Donaldson (1985, 1990), Arrow (1985), Eisenhardt (1989),
Anderson dan Tollison (1982), Kosnik dan Batenhansen (1988), Barney (1990),
Jones (1987), Hill (1990), Chanon (1978), Berle dan Means (1932), Coase (1991).
Secara umum kritik terhadap teori
ekonomi organisasi termasuk didalamnya teori agency ditujukan pada ideologi
teori ini yang sangat materialistis. Donaldson (1995), mengatakan hal ini
sebagai ideologi yang memuji setinggi langit lembaga kepemilikan swasta tanpa
memperhatikan hak asasi manusia (human rights) dan hak cipta (property
rights). Kesalahan umum yang dilakukan oleh positivis teori ekonomi
organisasional adalah pendekatannya yang parsial dimana berbagai aspek dalam
manajemen menjadi terabaikan.
Rasionalitas manajemen didalamnya ada
rasionalitas manusia dalam bekerja, manusia tidak bekerja hanya dengan motif
mencari keuntungan pribadi sebagai motif akhir, tetapi ada pertimbangan lain
yaitu yang disebutkan oleh Weber (1968), Parsons (1968), dan Herzberg (1966),
dalam Donaldson (1995), bahwa mereka harus melakukan pekerjaan dengan baik
lewat beberapa klasifikasi motivasi individual yaitu keinginan melakukan
pekerjaan dengan baik (compulsive behaviour), manusia seharusnya
melakukan pekerjaan yang baik (normatively governed behaviour), dan
manusia enjoy dengan pekerjaannya (intrinsic motivation). Hal
yang sama juga dilihat oleh Parsons (1951), yang menemukan adanya sifat
altruistis orientasi kolektif. Sementara Hersberg (1966), melalui teori X dan
Y, menyatakan bahwa pada dasarnya termotivasi bekerja sepenuhnya dan baik.
Selanjutnya Donaldson (1995), merangkum
pandangan-pandangan tersebut diatas dan menyatakan bahwa penolakan terhadap
teori Y dan juga termasuk penolakan terhadap teori struktur kontingensi dengan strukturnya yang organis
(dinamis) oleh penganut teori ekonomi keorganisasian via teori peragenan adalah
tindakan yang tidak didasarkan oleh pandangan yang hati-hati dari teori dan
fakta-fakta yang mendukung teori ini.
Perrow (1986), mengkritik adanya
keuntungan yang diperoleh prinsipal dibanding agen, seharusnya hak prinsipal
tidak terlalu berlebihan dibanding pelaksana kerja. Kritik Perrow sejalan
dengan substansi kritik yang dilakukan oleh gerakan kiri baru (new left)
yang consern terhadap eksploitasi para pekerja dalam sistem kapitalisme. Blau
(1970, 1972) mengkritik bahwa temuan Williamson (1970) tentang pengendalian
terhadap kecurangan (empire-building atau residual loss) yang
dibuat oleh para manajer dalam organisasi bukanlah temuan empiris yang luar
biasa pada teori organisasi. Blau 1970, 1972) melihat argumen seperti ini sudah
dibangun secara empiris dalam penilitian pertumbuhan besaran (size)
organisasi hirarki skala ekonomi secara administratif. Blau meihat hal ini
sebagai distribusi pendapatan yang proporsional dari para manajer dan staf
administrasi yang menurun ketika organisasi bertumbuh dalam besarannya. Jadi
model rangkaian kontrak yang dikembangkan oleh Williamson sebagai upaya
mencegah terjadinya empire-building bukanlah hal baru.
Kritik Blau ditegaskan pula oleh temuan
Chandler (1962) dalam Donaldson (1995), terhadap analisis Williamson (1970)
tentang adanya perubahan struktur dari struktur fungsional kepada struktur
multidivisional (U-form ke M-form) sebagai hasil berkembangnya
besaran (size) organisasi. Pendapat ini dapat diterima secara empiris hanya
pada masa transisi sebelum struktur M-form terbentuk. Penciptaan strategi
difersivikasi dalam struktur yang mengakibatkan adanya divisionalisasi, dan
bukan dimaksudkan untuk mengarahkan para manajer yang tidak bertanggungjawab
dalam proses operasionalisasi organisasi yang semakin kompleks atau karena
makin beragamnya permintaan produk dan jasa di pasaran. Hipotesis turunan dari
Chandler (1962) dalam Donaldson (1995) menunjukkan pula bahwa strategi akan
menyebabkan adanya divisionalisasi, bukan besaran (size) yang
menyebabkan adanya divisonalisasi.
Hal yang sama juga dikuatkan baik
secara radikal maupun moderat oleh Chendal (1979), Donaldson (1982), Palmer
(1987), Grinyer (1980), Fleigstein (1985), Khandawalla (1977), Grinyer dan
Yasai-Ardekani (1981), dalam penilitian mereka. Perrow (1986), mengkritik
pemahaman teori ini akan ide integrasi vertikal atau merger. Merger yang biasa
dilakukan pada pemahaman teori ini terjadi karena pertimbangan dominasi pasar
demi keuntungan pemilik semata bukan karena pertimbangan efisiensi bagi
kepentingan publik. Kritik Perrow (1986) konsisten dengan kritik yang dilakukan
gerakan kiri baru (new left), yang konsern terhadap eksploitasi
kapitalisme terhadap pekerja. Perrow mengkritik terjadinya status-quo
dalam perusahaan yang disebabkan oleh keuntungan yang berlebihan para pemilik
ketimbang para manajer atau pekerja.
Dalam mengukur kontribusi teori
peragenan terhadap organisasi yang berskopa luas dan kompleks yaitu perusahan
multinasional. Kritik terhadap teori ini dilakukan oleh Bukley dan Casson
(1983), Dunning (1980), Henard (1983), Teece (1985), Kreps (1984), Dore (1983),
Stokey (1983), Doz dan Prahalad (1991), Hedlund (1981), Eisenhardt (1989).
Indikator kontribusi teori agency diukur dalam beberapa elemen manajemen antara
lain determinansi teori terhadap struktur, diferensiasi
internal, optimalisasi pengambilan keputusan, pengelolaan informasi,
akselerasi, penciptaan hubungan antar perusahaan, kontinuitas dan pembelajaran.
Doz dan Prahalad (1991), menyimpulkan
bahwa teori peragenan dengan hubungam hirarkis antara principal dan agent serta
implisit didalamnya sentralisasi di kantor pusat dengan rangkaian kontraknya,
akan sulit untuk masuk kedalam persoalan-persoalan multikontingensi guna
memanage perusahaan multinasional yang kompleks baik terhadap jaringan
hubungannya, tugas-tugas, yang sulit diatur hanya oleh kontrak antara principal
dan agent. Hal ini hanya merupakan simplifikasi teoritis yang tak bermanfaat
terhadap riset dan pengembangan manajemen. Eisenhardt (1989), mempertanyakan
isu pengendalian yang dilakukan pada teori peragenan sebagai isu manajemen
dalam pengendalian terhadap hasil (out-come) atau perilaku (behaviour),
dalam perusahaan multinasional. Misalnya pada model pengendalian hasil kemudian
memberikan perspektif yang menarik dalam membahas tentang persoalan
pengendalian anak perusahaan (subsidiaries), sebagai sebuah perusahaan yang
sebagian sahamnya dimiliki oleh perusahaan lain sebagai perusahaan induk,
dimana mereka harus bertanggungjawab terhadap kantor pusat (headquarters).
Hal ini akan membawa konsekwensi
manajemen organisasi dimana kantor pusat hanya memiliki sedikit informasi guna
mengendalikan perilaku para manajer dengan cara yang mudah dan monitor terhadap
tujuan (goals) dari induk perusahaan yang harus diterjemahkan oleh para
manajer di anak perusahaan dalam memberikan kontribusinya sulit dilakukan oleh
kantor pusat. Sebaliknya pengendalian yang menyeluruh bagi integrasi anak
perusahaan yang biasanya terpencar diberbagai negara (global) sama
kasusnya akan memunculkan masalah pada basis pengendalian perilaku, karena
kantor pusat akan mengalami kesulitan menyuplai kebutuhan akan keahlian khusus
(specialised) dari anak perusahaan yang memerlukannya, yang sifatnya
independen.
Tabel kriteria relevansi pada aras
makro bagi sebuah teori organisasi:
Kesimpulan: Teori Organisasi Ekonomi, Teori Peragenan (Agency Theory)
Merunut
sedikit kepada latar belakang pengembangan teori ini, ia dikembangkan sesuai
kebutuhan perusahaan modern. Adolf Berle dan Gardiner C. Means pada tahun 1932,
mempublikasikan buku mereka dengan judul The Modern Corporation and Privarte
Property. Dalam buku ini Berle dan Means memberi gambaran pemisahan dari
pemilik dan pengendali sebagai tipikal perusahaan abad ke-20.
Pada
perusahaan besar menurut mereka dimiliki oleh banyak pemegang saham, jadi
dengan demikian tidak seorang pemilikpun yang memiliki kekuatan untuk
mengontrol tindakan para pegawai pada perusahaan.
Teori Organisasi Ekonomi lewat kedua teorinya, Teori
Biaya transaksi
dan Teori Peragenan memberikan pemahaman tentang pentingnya pengawasan terhadap
perilaku para manajer dalam organisasi, yang tidak dapat dipercaya dan penuh
tipu daya untuk mengelabui para pemilik atau organisasi lain, yang mana telah
terbina hubungan yang baik antara mereka dalam jangka waktu yang lama (Jensen
dan Meckling, 1976, Williamson, 1985).
Pandangan
ini tidak kelihatan secara akurat menggambarkan anggota organisasi yang
dilibatkan dalam hubungan jangka panjang dengan pemilik dan partner organisasi.
Organisasi ekonomi sepertinya mengendalikan keabsahan dalam daerah kekuasaan
dari hubungan antar organisasi dan pelanggan tertentu dalam sebuah kasus.
Dengan demikian organisasi ekonomi diaplikasikan dalam batasan hubungan dari
organisasi dengan seseorang yang melakukan hubungan secara sementara misalnya
customer.
Kontribusi
teori ini bagi pengembangan teori
organisasi
adalah sebagai sebuah rangkaian kontrak antara para pelaku ekonomi yang saling
berhubugan akan tetapi tidak memiliki ikatan sosial yang kuat guna mengatur
perilaku. Situasi hubungan seperti ini menjadikan pandangan-pandangan dalam
organisasi ekonomi menjadi relevan untuk diterapkan dengan konsep misalnya
mengurangi resiko kerugian (adverse
selection) dan tindakan curang (moral
hazard) (Alchian dan Woodward, 1988, dalam Donaldson,1995)
kesimpulan-kesimpulan ini merupakan karakter yang menonjol dalam Teori Peragenan (Agency Theory).
0 komentar:
Posting Komentar